Baik Buruk Secara Rasional
Syi'ah meyakini bahwa akal manusia dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk; hal itu karena Allah Swt telah menganugerahkan pada manusia suatu daya yang dengannya dapat menangkap mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu, meskipun pada saat agama Ilahi belum turun, tapi manusia sudah mengetahui berbagai masalah melalui akalnya; inisalnya, baiknya keadilan dan berbakti, buruknya perbuatan zalim dan aniaya, baiknya jujur, amanat, berani, dan dermawan, buruknya dusta, khianat, dan kikir, dan sebagainya. Hanya saja akal manusia tidak dapat menangkap semua persoalan, karena keterbatasan ilmu manusia. Oleh karena itu Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar dapat menyempurnakan potensi ini, sehingga dengan Demikian, di satu sisi mendukung kemampuan akal, dan di sisi lain, menjelaskan sisi-sisi yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Jika kita menolak secara total kemampuan akal untuk menentukan kebenaran, maka dengan sendirinya kita tidak akan dapat menetapkan adanya Allah, pengetahuan kepada-Nya, atau legalitas ajaran para nabi, sebab semua itu ditetapkan melalui akal. Selain itu, adalah sangat jelas bahwa penjelasan-penjelasan agama baru dapat diterima jika prinsip tauhid dan nubuwwah sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh akal, karena penetapan kedua prinsip ini tidak dapat dilakukan hanya melalui argumentasi syar'iy.
Syi'ah meyakini bahwa akal manusia dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk; hal itu karena Allah Swt telah menganugerahkan pada manusia suatu daya yang dengannya dapat menangkap mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu, meskipun pada saat agama Ilahi belum turun, tapi manusia sudah mengetahui berbagai masalah melalui akalnya; inisalnya, baiknya keadilan dan berbakti, buruknya perbuatan zalim dan aniaya, baiknya jujur, amanat, berani, dan dermawan, buruknya dusta, khianat, dan kikir, dan sebagainya. Hanya saja akal manusia tidak dapat menangkap semua persoalan, karena keterbatasan ilmu manusia. Oleh karena itu Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar dapat menyempurnakan potensi ini, sehingga dengan Demikian, di satu sisi mendukung kemampuan akal, dan di sisi lain, menjelaskan sisi-sisi yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Jika kita menolak secara total kemampuan akal untuk menentukan kebenaran, maka dengan sendirinya kita tidak akan dapat menetapkan adanya Allah, pengetahuan kepada-Nya, atau legalitas ajaran para nabi, sebab semua itu ditetapkan melalui akal. Selain itu, adalah sangat jelas bahwa penjelasan-penjelasan agama baru dapat diterima jika prinsip tauhid dan nubuwwah sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh akal, karena penetapan kedua prinsip ini tidak dapat dilakukan hanya melalui argumentasi syar'iy.
Keadilan Tuhan
Oleh karena itu Syi'ah meyakini keadilan Tuhari. Mustahil Allah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya. Mustahil pula menghukum seseorang atau memaafkannya tanpa alasan. Mustahil Allah melanggar janji-Nya sendiri atau memilih seseorang yang bejat, pembuat kesalahari, dan pendusta untuk jabatan kenabian dan kerasulan. Mustahil pula membiarkan hamba-hamba-Nya, yang Dia ciptakan untuk membuat mereka bahagia, tanpa seorang pembimbing atau peinimpin, karena semua perbuatan-perbuatan ini buruk, sedangkan Allah mustahil melakukan perbuatan buruk
Oleh karena itu Syi'ah meyakini keadilan Tuhari. Mustahil Allah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya. Mustahil pula menghukum seseorang atau memaafkannya tanpa alasan. Mustahil Allah melanggar janji-Nya sendiri atau memilih seseorang yang bejat, pembuat kesalahari, dan pendusta untuk jabatan kenabian dan kerasulan. Mustahil pula membiarkan hamba-hamba-Nya, yang Dia ciptakan untuk membuat mereka bahagia, tanpa seorang pembimbing atau peinimpin, karena semua perbuatan-perbuatan ini buruk, sedangkan Allah mustahil melakukan perbuatan buruk
Kebebasan Manusia
Berdasarkan alasan yang sama, maka Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berbuat sesuatu atas kemginan dan piliharinya sendiri, karena jika manusia majbur, terpaksa, atau tidak punya peran dalam perbuatan-perbuatannya, maka konsekuensinya adalah bahwa hukuman kepada para penjahat merupakan perbuatan yang buruk sedang memberi ganjaran kepada pelaku kebaikan tidak ada gunanya sama sekali. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah Swt.
Ringkasnya, keyakinan adanya kebaikan dan keburukan yang bersifat rasional serta kemampuan akal manusia untuk mengetahui banyak kebenaran merupakan prinsip dasar agama, syariat, dan keimanan kepada kenabian dan kitab-kitab samawi. Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami tegaskan, kemampuan akal manusia terbatas, sehingga tidak mampu menjangkau semua kebenaran yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan dan keSempurnaan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan para nabi dan kitab-kitab samawi.
Berdasarkan alasan yang sama, maka Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berbuat sesuatu atas kemginan dan piliharinya sendiri, karena jika manusia majbur, terpaksa, atau tidak punya peran dalam perbuatan-perbuatannya, maka konsekuensinya adalah bahwa hukuman kepada para penjahat merupakan perbuatan yang buruk sedang memberi ganjaran kepada pelaku kebaikan tidak ada gunanya sama sekali. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah Swt.
Ringkasnya, keyakinan adanya kebaikan dan keburukan yang bersifat rasional serta kemampuan akal manusia untuk mengetahui banyak kebenaran merupakan prinsip dasar agama, syariat, dan keimanan kepada kenabian dan kitab-kitab samawi. Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami tegaskan, kemampuan akal manusia terbatas, sehingga tidak mampu menjangkau semua kebenaran yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan dan keSempurnaan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan para nabi dan kitab-kitab samawi.
Dalil Aqli Sumber Hukum
Berdasarkan apa yang telah kami smggung di atas, Syi'ah meyakini bahwa dalil aqli atau argumen rasional tergolong salah satu sumber utama agama. Yang kami maksud dengan dalil aqli di sini ialah bahwa akal manusia mengetahui dengan pasti beberapa hal dan dapat melakukan penilaian terhadapnya. Maka, jika seandainya pun kita tidak temukan dalil yang tegas dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan zalim, khianat, dusta, membunuh, mencuri, dan merampas hak orang lain adalah perbuatan haram, terlarang, kita tetap akan mengharamkan perbuatan-perbuatan tersebut, sebab Demikianlah penilaian akal kita. Kita yakin sepenuhnya bahwa Allah yang Mahamengetahui lagi Mahabijaksana itu pasti memutuskan hal yang sama dan ddak akan pernah menyetujui perbuatan-perbuatan tersebut. Ini cukup menjadi hujjah Ilahi buat kita.
Sementara itu, al-Quran penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan pentingnya akal dan argumentasi rasional. al-Quran mengajak orang-orang yang berakal agar mengamati tanda-tanda kebesaran Tuhari di langit dan buini sebagai cara menyeru ke jalan tauhid.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan buini serta perselisihan malwn dan siang terdapat tanda-tanda bagi orag-orang yang berakal. (QS. 3:190)
Pada kesempatan lain, al-Quran menganggap bahwa tujuan dari penjelasan tanda-tanda kebesaran Tuhari ialah untuk menambah kemampuan daya tangkap manusia.
Lihatlahl bagaimana Kami datangkan silih berganti tanda-tanda kebesaran supaya mereka mengerti. (QS. 6:65)
Al-Quran juga menyeru semua umat manusia agar membedakan kebaikan dari keburukan, untuk itu hendaknya menggunakan kekuatan berpikir.
Katakan, apakah sama antara orang buta dengan orang melihat? Apakah kamu tidak berpikir? (QS. 6:50)
Terakhir,Sesungguhnya sejelek-jeieknya makhluk di sisi Allah adalah tuli, bisu, yang tidak berpikir. (QS. 8:22)Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Dengan penegasan yang Demikian kuat tentang peran akal, bagaimana mungkin kita dapat mengabaikan peran akal dan tidak mendudukkannya pada posisi yang semestinya.
Berdasarkan apa yang telah kami smggung di atas, Syi'ah meyakini bahwa dalil aqli atau argumen rasional tergolong salah satu sumber utama agama. Yang kami maksud dengan dalil aqli di sini ialah bahwa akal manusia mengetahui dengan pasti beberapa hal dan dapat melakukan penilaian terhadapnya. Maka, jika seandainya pun kita tidak temukan dalil yang tegas dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan zalim, khianat, dusta, membunuh, mencuri, dan merampas hak orang lain adalah perbuatan haram, terlarang, kita tetap akan mengharamkan perbuatan-perbuatan tersebut, sebab Demikianlah penilaian akal kita. Kita yakin sepenuhnya bahwa Allah yang Mahamengetahui lagi Mahabijaksana itu pasti memutuskan hal yang sama dan ddak akan pernah menyetujui perbuatan-perbuatan tersebut. Ini cukup menjadi hujjah Ilahi buat kita.
Sementara itu, al-Quran penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan pentingnya akal dan argumentasi rasional. al-Quran mengajak orang-orang yang berakal agar mengamati tanda-tanda kebesaran Tuhari di langit dan buini sebagai cara menyeru ke jalan tauhid.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan buini serta perselisihan malwn dan siang terdapat tanda-tanda bagi orag-orang yang berakal. (QS. 3:190)
Pada kesempatan lain, al-Quran menganggap bahwa tujuan dari penjelasan tanda-tanda kebesaran Tuhari ialah untuk menambah kemampuan daya tangkap manusia.
Lihatlahl bagaimana Kami datangkan silih berganti tanda-tanda kebesaran supaya mereka mengerti. (QS. 6:65)
Al-Quran juga menyeru semua umat manusia agar membedakan kebaikan dari keburukan, untuk itu hendaknya menggunakan kekuatan berpikir.
Katakan, apakah sama antara orang buta dengan orang melihat? Apakah kamu tidak berpikir? (QS. 6:50)
Terakhir,Sesungguhnya sejelek-jeieknya makhluk di sisi Allah adalah tuli, bisu, yang tidak berpikir. (QS. 8:22)Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Dengan penegasan yang Demikian kuat tentang peran akal, bagaimana mungkin kita dapat mengabaikan peran akal dan tidak mendudukkannya pada posisi yang semestinya.
No comments:
Post a Comment