Ibadah Islam
Syi'ah meyakini dan menunaikan semua amal ibadah yang diperintahkan al-Quran dan al-Sunnah, seperti shalat lima, yang merupakan bcntuk hubungan paling utama antara seorang hamba dengan Tuharinya, dan puasa Ramadhari, yang merupakan sarana terbaik untuk memperkuat iman, pensucian diri, taqwa, dan melawan hawa nafsu.
Syi'ah meyakini bahwa haji yang merupakan sarana sangat efektif untuk mewujudkan rasa taqwa, memperkokoh silaturrahini, dan sebab bagi kejayaan kaum Muslimin wajib hukumnya bagi orang yang mampu, paling tidak sekali dalam hidupnya. Demikian pula zakat, khumus, amar ma'ruf, nahi munkar, dan jihad menghadapi musuh-musuh Islam dan musuh-musuh kaum Muslimin. Semua itu wajib hukurnnya, meskipun harus diakui terdapat perbedaan-pcrbedaan antara Syi'ah dengan mazhab-mazhab lain mengenai rincian perkara-perkara di atas, sebagaimana perbedaan arara sesama mazhab empat dalam masalah ibadah maupun lainnya.
Menggabungkan Dua Shalat
Di antara perbedaan-perbadaan itu ialah Syi'ah meyakini bahwa antara shalat Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya boleh dijamak atau digabung dalam satu waktu. Meskipun Demikian, meinisahkannya lebih utama daripada menggabungkannya.
Syi'ah meyakini bahwa hukum bolehnya menggabungkan dua shalat itu datang dan Nabi saw sendiri untuk memudahkan umatnya. Dalam Sahih al-Turmudzi disebutkan balswa Ibn Abbas berkata:
Sesungiuhnya Rasulullah saw menggabungkan antara shalat Zhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya' di dalam kotaMadiriah dan tanpa rasa takut atau karena faktor hujan.
Ibn Abbas ditanya, untuk apa Rasululah saw melakukan itu? Ia menjawab: "Rasulullah ingin agar umatnya tidak jatuh dalam kesulitan. (Sunan al Turmudzi 1/354 dan Sunan Baihaqi III/167)
Maksud hadis di atas ialah jika shalat secara terpisah dirasa berat, lebih-lebih pada kondisi kehidupan sosial dewasa ini, terutama kehidupan di pusat-pusat industri, dimana keterikatan dengan lima waktu malah membuat sebagian orang tidak shalat sama sekali, maka rukhsah, kemudahari yang diberikan Rasul ini patut dilaksanakan. Dengan Demikian ia dapat menunjang penegakan shalat secara utuh. Renungkan!
Sujud di atas Tanah
Syi'ah meyakini bahwa ketika seseorang sujud dalam shalat ia harus melakukannya dengan meletakkan dahinya di atas tanah atau segala sesuatu yang merupakan bagian dari buini, atau yang tumbuh dari buini, seperti daun, dahari, dan seluruh tumbuh-tumbuhari, kecuali tumbuhari-tumbuhari yang dikonsumsi untuk makanan atau pakaian. Karena itu, Syi'ah tidak memberiarkan sujud di atas sajadah yang terbuat dari kain.
Selain itu, Syi'ah menganggap bahwa sujud di atas tanah lebih afdal dari sujud di atas jenis buini apa pun. Oleh karena itu, agar lebih mudah, banyak penganut Syi'ah yang membawa-bawa lempengan tanah kering yang suci, biasa disebut turbah, untuk digunakan saat sujud dalam shalat. Dasar hukum Syi'ah ialah hadis Rasulullah saw yang menyatakan:
Buini dijadikan untukku sebagai masjid dan pensuci.
Kata masjid disini maksudnya ialah tempat sujud. Hadis ini diriwayatkan oleh kitab-kitab Sihah dan lain sebagainya.[2]
Akan tetapi boleh jadi ada yang menafsirkan kata masjid di sini bukan dalam arti tempat sujud, tapi tempat shalat, yang berarti boleh shalat di mana saja di muka buini ini. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan yang membatasi shalat hanya pada tempat-tempat tertentu saja. Akan tetapi karena pada riwayat itu digunakan kata tahur, yang berarti tanah itu mensucikan, maksudnya dengan tayammum, maka ia lebih tepat diartikan sebagai tempat sujud daripada tempat shalat, sehingga maknanya menjadi tanah itu mensucikan dan sekaligus sebagai tempat sujud.
Selain hadis di atas, terdapat banyak sekali riwayat-riwayat Ahlubait yang menegaskan bahwa sujud itu harus di atas tanah, batu, dan sejenisnya.71. Ziarah Kubur Para Nabi dan Imam
Syi'ah meyakini bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad saw, para Imam Ahlubait, wali-wali Allah, dan segenap syuhada merupakan amal yang sangat dianjurkan, sunnah muakkadah. Kitab-kitab Ahlussunnah dan Syi'ah penuh dengan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan ziarah ke makam Nabi saw, sehingga jika riwayat-riwayat ini dikumpulkan akan melahirkan kitab tersendiri.
Dalam perjalanan panjang sejarah, para ulama besar dan segenap lapisan kaum Muslimin, sangat menaruh perhatian pada masalah ziarah ini, sehingga banyak sekali buku yang ditulis mengenai berbagai pengalaman ruharii yang diperoleh para penziarah Nabi dan tokoh-tokoh besar lainnya, sehingga dapat kita katakan bahwa masalah ziarah ini merupakan masalah yang disepakati oleh seluruh kaum Muslimin.
Namun, tentu saja seseorang harus membedakan antara ziarah dan ibadah. Ibadah atau menyembah hanya dilakukan untuk Allah Swt semata, sementara ziarah dimaksudkan untuk memuliakan para pembesar Islam dan memohon syafaatnya di sisi Allah Swt. Bahkan Rasulullah saw sendiri sering berziarah ke kuburan Baqi dan mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
Dengan Demikian, seseorang tidak perlu meragukan keabsahari amal ini.
No comments:
Post a Comment