Setelah beberapa kali mengutak-atik untuk buat read more akhirnya berhasil juga.
aku dapatnya dari indo-problogger.blogspot.com.
Friday, March 9, 2007
Thursday, March 8, 2007
DOA TAWASSUL
Allah, I beseech Thee, and turn towards Thee, through Thy Prophet, the Prophet of Mercy, Muhammad, may Allah Bless him and his Progeny, and grant them peace. O Abul-Qasim, O Messenger of Allah O guide of mercy, O intercessor of the community, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need; O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us.
O Abul Hasan, O Commander of the Faithful, O ‘Ali, son of Abu Talib, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us.
O Fatima Zahra, O daughter of Muhammad, O Joy to the eye of the Prophet, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in Judgement over us.
O Abu Muhammad, O Hasan, son of ‘Ali, O elected one O descendant of the Messenger of Allah, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us.
O Abu Abdallah, O Husain, son of ‘Ali, O Martyr O descendant of the Messenger of Allah, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us
O Abul Hasan, O Commander of the Faithful, O ‘Ali, son of Abu Talib, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us.
O Fatima Zahra, O daughter of Muhammad, O Joy to the eye of the Prophet, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in Judgement over us.
O Abu Muhammad, O Hasan, son of ‘Ali, O elected one O descendant of the Messenger of Allah, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us.
O Abu Abdallah, O Husain, son of ‘Ali, O Martyr O descendant of the Messenger of Allah, O decisive argument of Allah over mankind, O our chief, O our master, We turn towards thee, seek thy intercession and advocacy before Allah, we put before you our open need, O intimate of Allah, Stand by us when Allah sits in judgement over us
Wednesday, March 7, 2007
Jujur dan Amanat Dua Sendi Utama Islam
Syi'ah meyakini bahwa kejujuran, arnanat, dan ikhlash merupakan sendi-sendi utama Islam. Allah berfirman:
Allah berfirman: "Inilah hari dimana kejujuran bermanfaat bagi orang-orang jujur. (QS. 5:119)
Bahkan dari beberapa ayat dapat ditangkap bahwa balasan yang akan diterima manusia di hari akhirat nanti tergantung pada kejujuran dan keikhlasannya, yaitu dalam iman, kepatuhan kepada aturan-aturan Allah Swt, dan dalam semua aspek kehidupan.
Agar Allah memberikan pahala kepada orang-orang jujur karena kejujurannya. (QS. 33: 24)
Sebagairnana telah disinggung sebelum ini, sesungguhnya al-Quran memerintahkan kita agar bersikap jujur dan selalu bersama orang-orang suci dan jujur.
Hai orang-orang yang beriman bergabunglah bersama orang-orang jujur.(QS. 9:119)
Begitu pentingnya masalah ini sehingga Allah Swt memerintahkan nabi-Nya agar meminta-Nya supaya dalam segala hal masuk dengan cara yang bersih, jujur, dan keluar dengan cara yang bersih, jujur.
Dan katakanlah: "Tuhan! masukkanlah aku dengan cara yang baik, benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik, benar. (QS. 17:80)
Selain itu, sebagaimana yang ditegaskan hadits-hadits Islam, Allah tidak mengutus seorang rasul kecuali bersikap jujur dan menyampaikan amanat kepada orang baik maupun bejat.
Sesungguhrya Allah swt tidak mengutus seorang rasul kecuali dengan kebenaran ucapan dan penyampaian amanat kepada yang baik maupun yang bejat. (Bihar al-Anwar68:2 dan 2:104)
Menyadari hal itu maka kami berusaha sekeras mungkin kiranya kajian-kajian yang kami lakukan pada kitab ini penuh kejujuran dan jauh dari segala bentuk pelanggaran kebenaran dan khianat. Kami berharap, dengan pertolongan Allah, telah melaksanakan tugas dengan baik. Sesungguhnya Dia sebaik-baiknya penolong.80. Penutup
Apa yang telah kami jelaskan pada kitab ini merupakan ikhtisar aqidah mazhab Ahlubait atau Syi'ah dalam masalah ushuluddin, pokok-pokok agama, dan furu', cabang-cabang agama.
Sedikitpun tidak ada perubahan atau pembelokan. Pada saat yang sama kami juga telah mengemukakan alasan-alasan sekedarnya, baik berupa ayat-ayat al-Quran, al-Sunnah, atau karya ulama-ulama terkemuka Islam, meskipun sempitnya ruang sebetulnya tidak memungkinkan kami untuk mengemukan semua sumber, karena, sekali lagi, tujuan kami memang menulis secara ringkas.
Allah berfirman: "Inilah hari dimana kejujuran bermanfaat bagi orang-orang jujur. (QS. 5:119)
Bahkan dari beberapa ayat dapat ditangkap bahwa balasan yang akan diterima manusia di hari akhirat nanti tergantung pada kejujuran dan keikhlasannya, yaitu dalam iman, kepatuhan kepada aturan-aturan Allah Swt, dan dalam semua aspek kehidupan.
Agar Allah memberikan pahala kepada orang-orang jujur karena kejujurannya. (QS. 33: 24)
Sebagairnana telah disinggung sebelum ini, sesungguhnya al-Quran memerintahkan kita agar bersikap jujur dan selalu bersama orang-orang suci dan jujur.
Hai orang-orang yang beriman bergabunglah bersama orang-orang jujur.(QS. 9:119)
Begitu pentingnya masalah ini sehingga Allah Swt memerintahkan nabi-Nya agar meminta-Nya supaya dalam segala hal masuk dengan cara yang bersih, jujur, dan keluar dengan cara yang bersih, jujur.
Dan katakanlah: "Tuhan! masukkanlah aku dengan cara yang baik, benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik, benar. (QS. 17:80)
Selain itu, sebagaimana yang ditegaskan hadits-hadits Islam, Allah tidak mengutus seorang rasul kecuali bersikap jujur dan menyampaikan amanat kepada orang baik maupun bejat.
Sesungguhrya Allah swt tidak mengutus seorang rasul kecuali dengan kebenaran ucapan dan penyampaian amanat kepada yang baik maupun yang bejat. (Bihar al-Anwar68:2 dan 2:104)
Menyadari hal itu maka kami berusaha sekeras mungkin kiranya kajian-kajian yang kami lakukan pada kitab ini penuh kejujuran dan jauh dari segala bentuk pelanggaran kebenaran dan khianat. Kami berharap, dengan pertolongan Allah, telah melaksanakan tugas dengan baik. Sesungguhnya Dia sebaik-baiknya penolong.80. Penutup
Apa yang telah kami jelaskan pada kitab ini merupakan ikhtisar aqidah mazhab Ahlubait atau Syi'ah dalam masalah ushuluddin, pokok-pokok agama, dan furu', cabang-cabang agama.
Sedikitpun tidak ada perubahan atau pembelokan. Pada saat yang sama kami juga telah mengemukakan alasan-alasan sekedarnya, baik berupa ayat-ayat al-Quran, al-Sunnah, atau karya ulama-ulama terkemuka Islam, meskipun sempitnya ruang sebetulnya tidak memungkinkan kami untuk mengemukan semua sumber, karena, sekali lagi, tujuan kami memang menulis secara ringkas.
Tapi kami percaya bahwa kajian-kajian yang ada dalam kitab ini:
1) Dapat menjadi sumber yang baik untuk mengetahui aqidah Syi'ah secara benar, karena meskipun ringkas, tapi keterangan-keterangannya jelas dan teliti. Karena itu, para penganut mazhab-mazhab Islam, bahkan non Islam, dapat merujuk ke kitab ini untuk mengetahui garis-garis besar aqidah penganut mazhab Ahlubait langsung dan tangan pertama.
2) Dapat dijadikan hujjah ilahyah, kebenaran Ilahi yang harus diterima, atas orang-orang yang kadang-kadang, karena kebodohannya, menghakimi Syi'ah atau mengambilnya dari anasir yang tidak jelas dan patut dicungai, atau dan sumber-sumber yang tidak diakui.
3) Dengan menyimak aqidah Ahlulbait sebagaimana dipaparkan dalam kitab ini tampak jelas bahwa perbedaan antara aqidah mazhab Ahlulbait dengan mazhab-mazhab Isiami lainnya bukanlah sesuatu yang dapat menghambat hubungan baik dan kerja sama antara mereka, karena persamaan-persamaan antara mazhab-mazhab Islam jauh lebih banyak. Apalagi mereka memiliki musuh bersama yang selalu mengancam mereka.
4) Kami percaya bahwa ada tangan-tangan jahil yang selalu berusaha membesar-besarkan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam mazhab-mazhab Islam, supaya umar Islam berperang satu sama lain. Dengan Demikian mereka dapat menghambat gerak laju Islam yang begitu cepat dewasa ini ke seluruh pelosok dunia untuk mengisi kekosongan akibat runtuhnya komunisme dan semakin menumpuknya problema yang diwariskan tatanan matenalistik kapitalisme.
Umat Islam harus waspada dan tidak memberikan kesempatan sedikitpun kepada musuh-musuhnya untuk menjalankan rencana busuk mereka, sehingga peluang yang begitu baik ini untuk melakukan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia tidak terbuang percuma.
5) Kami percaya jika ulama-ulama Islam dan berbagai mazhab duduk berSama dan membahas persoalan-persoalan yang diperselisihkan dengan penuh ketulusan, jujur, ikhlash, dan jauh dan suasana permusuhan atau sikap ngotot, maka peluang mengurangi perbedaan terbuka sangat lebar. Kami tidak mengklaim dapat menghapus semua perbedaan, tapi paling tidak, dapat menguranginya, seperti yang terjadi akhir-akhir im di Zahedan, Iran, dimana ulama-ulama Syi'ah duduk serneja dengan ulama-ulama Sunni, yang berakhir dengan keberhasilan mereka mengurangi banyak perbedaan di antara mereka.
Akhimya kami memanjatkan doa kepada Allah:
Tuhan! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami seiman yang telah mendahului kami. Janganlah engkau jadikan di hati kami perasaan iri kepada orang-orang yang beriman. Tuhan! Sungguh Engkau Mahapengasih lagi Mahapenyayang.[]
all copied from www.al-shia.com
IBADAH DI SYIAH
Ibadah Islam
Syi'ah meyakini dan menunaikan semua amal ibadah yang diperintahkan al-Quran dan al-Sunnah, seperti shalat lima, yang merupakan bcntuk hubungan paling utama antara seorang hamba dengan Tuharinya, dan puasa Ramadhari, yang merupakan sarana terbaik untuk memperkuat iman, pensucian diri, taqwa, dan melawan hawa nafsu.
Syi'ah meyakini bahwa haji yang merupakan sarana sangat efektif untuk mewujudkan rasa taqwa, memperkokoh silaturrahini, dan sebab bagi kejayaan kaum Muslimin wajib hukumnya bagi orang yang mampu, paling tidak sekali dalam hidupnya. Demikian pula zakat, khumus, amar ma'ruf, nahi munkar, dan jihad menghadapi musuh-musuh Islam dan musuh-musuh kaum Muslimin. Semua itu wajib hukurnnya, meskipun harus diakui terdapat perbedaan-pcrbedaan antara Syi'ah dengan mazhab-mazhab lain mengenai rincian perkara-perkara di atas, sebagaimana perbedaan arara sesama mazhab empat dalam masalah ibadah maupun lainnya.
Menggabungkan Dua Shalat
Di antara perbedaan-perbadaan itu ialah Syi'ah meyakini bahwa antara shalat Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya boleh dijamak atau digabung dalam satu waktu. Meskipun Demikian, meinisahkannya lebih utama daripada menggabungkannya.
Syi'ah meyakini bahwa hukum bolehnya menggabungkan dua shalat itu datang dan Nabi saw sendiri untuk memudahkan umatnya. Dalam Sahih al-Turmudzi disebutkan balswa Ibn Abbas berkata:
Sesungiuhnya Rasulullah saw menggabungkan antara shalat Zhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya' di dalam kotaMadiriah dan tanpa rasa takut atau karena faktor hujan.
Ibn Abbas ditanya, untuk apa Rasululah saw melakukan itu? Ia menjawab: "Rasulullah ingin agar umatnya tidak jatuh dalam kesulitan. (Sunan al Turmudzi 1/354 dan Sunan Baihaqi III/167)
Maksud hadis di atas ialah jika shalat secara terpisah dirasa berat, lebih-lebih pada kondisi kehidupan sosial dewasa ini, terutama kehidupan di pusat-pusat industri, dimana keterikatan dengan lima waktu malah membuat sebagian orang tidak shalat sama sekali, maka rukhsah, kemudahari yang diberikan Rasul ini patut dilaksanakan. Dengan Demikian ia dapat menunjang penegakan shalat secara utuh. Renungkan!
Sujud di atas Tanah
Syi'ah meyakini bahwa ketika seseorang sujud dalam shalat ia harus melakukannya dengan meletakkan dahinya di atas tanah atau segala sesuatu yang merupakan bagian dari buini, atau yang tumbuh dari buini, seperti daun, dahari, dan seluruh tumbuh-tumbuhari, kecuali tumbuhari-tumbuhari yang dikonsumsi untuk makanan atau pakaian. Karena itu, Syi'ah tidak memberiarkan sujud di atas sajadah yang terbuat dari kain.
Selain itu, Syi'ah menganggap bahwa sujud di atas tanah lebih afdal dari sujud di atas jenis buini apa pun. Oleh karena itu, agar lebih mudah, banyak penganut Syi'ah yang membawa-bawa lempengan tanah kering yang suci, biasa disebut turbah, untuk digunakan saat sujud dalam shalat. Dasar hukum Syi'ah ialah hadis Rasulullah saw yang menyatakan:
Buini dijadikan untukku sebagai masjid dan pensuci.
Kata masjid disini maksudnya ialah tempat sujud. Hadis ini diriwayatkan oleh kitab-kitab Sihah dan lain sebagainya.[2]
Akan tetapi boleh jadi ada yang menafsirkan kata masjid di sini bukan dalam arti tempat sujud, tapi tempat shalat, yang berarti boleh shalat di mana saja di muka buini ini. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan yang membatasi shalat hanya pada tempat-tempat tertentu saja. Akan tetapi karena pada riwayat itu digunakan kata tahur, yang berarti tanah itu mensucikan, maksudnya dengan tayammum, maka ia lebih tepat diartikan sebagai tempat sujud daripada tempat shalat, sehingga maknanya menjadi tanah itu mensucikan dan sekaligus sebagai tempat sujud.
Selain hadis di atas, terdapat banyak sekali riwayat-riwayat Ahlubait yang menegaskan bahwa sujud itu harus di atas tanah, batu, dan sejenisnya.71. Ziarah Kubur Para Nabi dan Imam
Syi'ah meyakini bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad saw, para Imam Ahlubait, wali-wali Allah, dan segenap syuhada merupakan amal yang sangat dianjurkan, sunnah muakkadah. Kitab-kitab Ahlussunnah dan Syi'ah penuh dengan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan ziarah ke makam Nabi saw, sehingga jika riwayat-riwayat ini dikumpulkan akan melahirkan kitab tersendiri.
Dalam perjalanan panjang sejarah, para ulama besar dan segenap lapisan kaum Muslimin, sangat menaruh perhatian pada masalah ziarah ini, sehingga banyak sekali buku yang ditulis mengenai berbagai pengalaman ruharii yang diperoleh para penziarah Nabi dan tokoh-tokoh besar lainnya, sehingga dapat kita katakan bahwa masalah ziarah ini merupakan masalah yang disepakati oleh seluruh kaum Muslimin.
Namun, tentu saja seseorang harus membedakan antara ziarah dan ibadah. Ibadah atau menyembah hanya dilakukan untuk Allah Swt semata, sementara ziarah dimaksudkan untuk memuliakan para pembesar Islam dan memohon syafaatnya di sisi Allah Swt. Bahkan Rasulullah saw sendiri sering berziarah ke kuburan Baqi dan mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
Dengan Demikian, seseorang tidak perlu meragukan keabsahari amal ini.
Syi'ah meyakini dan menunaikan semua amal ibadah yang diperintahkan al-Quran dan al-Sunnah, seperti shalat lima, yang merupakan bcntuk hubungan paling utama antara seorang hamba dengan Tuharinya, dan puasa Ramadhari, yang merupakan sarana terbaik untuk memperkuat iman, pensucian diri, taqwa, dan melawan hawa nafsu.
Syi'ah meyakini bahwa haji yang merupakan sarana sangat efektif untuk mewujudkan rasa taqwa, memperkokoh silaturrahini, dan sebab bagi kejayaan kaum Muslimin wajib hukumnya bagi orang yang mampu, paling tidak sekali dalam hidupnya. Demikian pula zakat, khumus, amar ma'ruf, nahi munkar, dan jihad menghadapi musuh-musuh Islam dan musuh-musuh kaum Muslimin. Semua itu wajib hukurnnya, meskipun harus diakui terdapat perbedaan-pcrbedaan antara Syi'ah dengan mazhab-mazhab lain mengenai rincian perkara-perkara di atas, sebagaimana perbedaan arara sesama mazhab empat dalam masalah ibadah maupun lainnya.
Menggabungkan Dua Shalat
Di antara perbedaan-perbadaan itu ialah Syi'ah meyakini bahwa antara shalat Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya boleh dijamak atau digabung dalam satu waktu. Meskipun Demikian, meinisahkannya lebih utama daripada menggabungkannya.
Syi'ah meyakini bahwa hukum bolehnya menggabungkan dua shalat itu datang dan Nabi saw sendiri untuk memudahkan umatnya. Dalam Sahih al-Turmudzi disebutkan balswa Ibn Abbas berkata:
Sesungiuhnya Rasulullah saw menggabungkan antara shalat Zhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya' di dalam kotaMadiriah dan tanpa rasa takut atau karena faktor hujan.
Ibn Abbas ditanya, untuk apa Rasululah saw melakukan itu? Ia menjawab: "Rasulullah ingin agar umatnya tidak jatuh dalam kesulitan. (Sunan al Turmudzi 1/354 dan Sunan Baihaqi III/167)
Maksud hadis di atas ialah jika shalat secara terpisah dirasa berat, lebih-lebih pada kondisi kehidupan sosial dewasa ini, terutama kehidupan di pusat-pusat industri, dimana keterikatan dengan lima waktu malah membuat sebagian orang tidak shalat sama sekali, maka rukhsah, kemudahari yang diberikan Rasul ini patut dilaksanakan. Dengan Demikian ia dapat menunjang penegakan shalat secara utuh. Renungkan!
Sujud di atas Tanah
Syi'ah meyakini bahwa ketika seseorang sujud dalam shalat ia harus melakukannya dengan meletakkan dahinya di atas tanah atau segala sesuatu yang merupakan bagian dari buini, atau yang tumbuh dari buini, seperti daun, dahari, dan seluruh tumbuh-tumbuhari, kecuali tumbuhari-tumbuhari yang dikonsumsi untuk makanan atau pakaian. Karena itu, Syi'ah tidak memberiarkan sujud di atas sajadah yang terbuat dari kain.
Selain itu, Syi'ah menganggap bahwa sujud di atas tanah lebih afdal dari sujud di atas jenis buini apa pun. Oleh karena itu, agar lebih mudah, banyak penganut Syi'ah yang membawa-bawa lempengan tanah kering yang suci, biasa disebut turbah, untuk digunakan saat sujud dalam shalat. Dasar hukum Syi'ah ialah hadis Rasulullah saw yang menyatakan:
Buini dijadikan untukku sebagai masjid dan pensuci.
Kata masjid disini maksudnya ialah tempat sujud. Hadis ini diriwayatkan oleh kitab-kitab Sihah dan lain sebagainya.[2]
Akan tetapi boleh jadi ada yang menafsirkan kata masjid di sini bukan dalam arti tempat sujud, tapi tempat shalat, yang berarti boleh shalat di mana saja di muka buini ini. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan yang membatasi shalat hanya pada tempat-tempat tertentu saja. Akan tetapi karena pada riwayat itu digunakan kata tahur, yang berarti tanah itu mensucikan, maksudnya dengan tayammum, maka ia lebih tepat diartikan sebagai tempat sujud daripada tempat shalat, sehingga maknanya menjadi tanah itu mensucikan dan sekaligus sebagai tempat sujud.
Selain hadis di atas, terdapat banyak sekali riwayat-riwayat Ahlubait yang menegaskan bahwa sujud itu harus di atas tanah, batu, dan sejenisnya.71. Ziarah Kubur Para Nabi dan Imam
Syi'ah meyakini bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad saw, para Imam Ahlubait, wali-wali Allah, dan segenap syuhada merupakan amal yang sangat dianjurkan, sunnah muakkadah. Kitab-kitab Ahlussunnah dan Syi'ah penuh dengan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan ziarah ke makam Nabi saw, sehingga jika riwayat-riwayat ini dikumpulkan akan melahirkan kitab tersendiri.
Dalam perjalanan panjang sejarah, para ulama besar dan segenap lapisan kaum Muslimin, sangat menaruh perhatian pada masalah ziarah ini, sehingga banyak sekali buku yang ditulis mengenai berbagai pengalaman ruharii yang diperoleh para penziarah Nabi dan tokoh-tokoh besar lainnya, sehingga dapat kita katakan bahwa masalah ziarah ini merupakan masalah yang disepakati oleh seluruh kaum Muslimin.
Namun, tentu saja seseorang harus membedakan antara ziarah dan ibadah. Ibadah atau menyembah hanya dilakukan untuk Allah Swt semata, sementara ziarah dimaksudkan untuk memuliakan para pembesar Islam dan memohon syafaatnya di sisi Allah Swt. Bahkan Rasulullah saw sendiri sering berziarah ke kuburan Baqi dan mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
Dengan Demikian, seseorang tidak perlu meragukan keabsahari amal ini.
MASIH TENTANG SYIAH
Dasar Hukum Islam Yang Empat
Seperti telah kami singgung sebelumnya, dasar hukum Islam atau fiqh yang dipercayai Syi'ah ada empat:
Pertama, al-Quran, kitab Allah, yang merupakan sumber utama hukum dan pengetahuan Islam.
Kedua, sunnah Rasul saw dan para Imam yang suci.
Ketiga, Ijma' atau kesepakatan para ulama dan fuqaha yang mengungkapkan adanya ketetapan al-ma'shum padanya.
Keempat, Dalil Aqli atau argumentasi rasional. Yang dimaksud ialah akal yang pasti atau yang disebut dengan dalil al-aql al-qat'iy. Adapun dalil al-aql al-zharini, atau dalil akal yang berlandaskan kepada perkiraan-perkiraan rasional, seperti qiyas dan istihsan, tidak dapat diterima oleh fiqh Syi'ah dalam masalah apa pun. Karena itu betapa pun seorang faqih melihat ada maslahat tertentu pada suatu masalah, tapi karena tidak ada dasar hukumnya dalam al-Quran dan al-Sunnah, ia tidak dapat menganggapnya sebagai hukum Allah. Kami juga tidak dapat memberiarkan qiyas yang bersifat zharini itu atau apa saja yang serupa dengannya sebagai sarana untuk menyingkap adanya hukum agama.
Adapun dalam keadaan-keadaan pasti, seperti buruknya perbuatan zalim, dusta, mencuri, khianat dsb, maka hukum akal di sini mencerininkan hukum agama, sesuai dengan kaidah.
Setiap sesuatu yang telah diputus oleh akal maka Demikian pula keputusan agama.
Sebetulnya, riwayat-riwayat yang ada pada Syi'ah, baik dari Nabi saw maupun dari para Imam yang suci, sudah lebih dari cukup untuk berbagai kebutuhari umat: ibadah, politik, ekonoini, sosial, dan lain sebagainya. Karena itu tidak perlu merujuk ke dalil-dalil yang bersifat zhanni. Bahkan Syi'ah yakin, persoalan-persoalan baru sekalipun telah termasuk dalam prinsip-prinsip dasar dan garis-garis besar, kulliyat, yang terdapat pada al-Kitab, sunnah Rasul, dan sunnah para Imam maksum, sehingga kita tidak perlu merujuk ke dalil-dalil yang zharini, tapi cukup dengan merujuk ke garis-garis besar.
Pintu Ijtihad Selalu Terbuka
Syi'ah meyakini bahwa pintu ijtihad terbuka lebar untuk semua persoalan agama. Parafuqaha yang kompeten dapat melakukan istinbath atau yurisprudensi hukum dari empat sumber hukum di atas dan menyajikannya kepada pihak yang belum memiliki kemampuan istinbath, meskipun pandangan mereka mungkin berbeda dengan pandangan fuqaha sebelumnya. Syi'ah juga meyakini bahwa seseorang yang belum mencapai otoritas istinbath hukum hendaknya merujuk atau bertaqlid kepada para fuqaha hidup yang menguasai persoalan zaman dan masyarakat.
Bagi Syi’ah, persoalan merujuk kepada para ahli oleh orang-orang awam dalam masalah fiqih atau taqlid merupakan persoalan yang amat jelas dan disadari oleh semua orang awam. Akan tetapi taqlid harus dilalkukan terhadap orang yang masih hidup, tidak boleh kepada orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika sebelumnya memang ia telah bertaqlid kepadanya. Hal ini supaya fiqih terus berkembang di diriainis.
Maka para fuqaha yang dijadikan tempat rujukan oleh orang-orang awam disebut marja’ taqlid, atau tempat rujukan dalam taqlid.
Tidak Ada Kefakuman Hukum dalam Islam
Syi’ah meyakini bahwa tidak ada kefakuman hukum dalam Islam, dalam arti bahwa Islam telah menjelaskan semua permasalahari yang dibutuhkan mamnusia hingga hari akhir; kadang bersifat khusus dan kadang yang lain tercakup dalam hukum umum. Yang mereka lakukan hanya mengungkap hukum Ilahi dari sumber hukum yang empat dan menyajikannya kepada umat.
Lalu, bagaimana agama dapat kita katakan sempurna jika tidak mencakup semua hukum untuk sepanjang masa, padahal Allah telah menegaskan dalam kitab-Nya:
Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu dan Kulengkapkan atasmu nikmat-Ku dan Aku merestui Islam sebagai agama bagimu. (QS. 5-3)
Dan Nabi saw sendiri menyatakan ketika Haji Wada’.
Wahai manusia, Deini Allah, tidak satupun yang mendekatkan kamu ke sorga dan menjauhkan kamu dari neraka kecuali sudah kuperinntahkan kepadamu, dan tidak satupun yang mendekatkan kamu ke neraka dan menjauhkan kamu dari sorga kecuali sudah kularang kamu melakukannya. (Ushul al-Kafi, 11/74 dan Bihar al-Anwar, jilid 67 hal. 96)
Dalam hadis populer lain, Imam Ja'far Shadiq as menyebutkan bahwa:
Sesungguhnya tidak ada permasalahari hukum kecuali sudah dtjelaskan oleh A!i as dalam kitabnya, termasuk hukum membayar diyat atas goresan kecil di tubuh (Jaini al-Ahadits, 1/18)
Dengan Demikian, maka tidak perlu merujuk ke dalil-dalil zanni seinisal qiyas dan istihsan.
Taqiyyah dan Filosofinya
Syi'ah meyakini bahwa jika seseorang berada di tengah-tengah lingkungan orang-orang fanatik, keras kepala, dan tidak bisa diajak berpikir rasional, sehingga akan membahayakan keselamatan dirinya jika dia menampakkan aqidah yang dianutnya, sementara itu tidak ada manfaat berarti yang dapat diperolehnya dan penampakan aqidahnya itu, dalam situasi seperti ini ia harus menyembunyikan aqidahnya dari menyelamatkan dirinya. Sikap semacam ini Syi'ah menyebutnya taqiyyah, yang berlandaskan pada dua ayat al-Quran dan dalil aqli.
Pertama,berkaitan dengan seorang mukrnm dari keluarga Fira'un. Al-Quran menegaskan:
Dan seorang mukinin dari keluarga Fira'un yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kalian akan membunuh seseorang yang berkata Allah adalah Tuhariku padahal ia telah membawakan kalian kebenaran-kebenaran dari Tuhari kalian." (QS. 40:28)
Kalimat yaktumu imanah, menyembunyikan imannya, jelas-jelas menegaskan masalah taqiyyah. Maka apakah bijaksana jika mukinin dan keluarga Fira'un itu terang-terangan menyatakan imannya, padahal dapat membahayakan keselamatannya? Selain itu tidak ada manfaat yang dapat diperolehnya.
Kedua, berkaitan dengan sekelompok pejuang mukinin pada masa awal Islam yang hidup di tengah-tengah kaum musyrikin fanatik. Kepada mereka Allah memerintahkan taqiyyah dengan firman-Nya:
Orang-orang beriman tidak boleh menjadikan orang-orang kafir sebagai peinimpin-peinimpin mereka dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barangsiapa melakukan itu, maka putus hubungannya dengan Allah kecuali jika ada sesuatu yang kamu takuti dari mereka. (QS. 3:28)
Definisi taqiyyah ialah menyembunyikan keyakinan atau aqidah di hadapan lawan fanatik dan keras kepala yang dapat membahayakan keselamatan diri, harta dan kehormatannya, di samping tidak ada hasil memadai yang dapat diraih. Dalam keadaan seperti ini seseorang tidak boleh mencelakakan dirinya dan menyia-nyiakan potensinya. Ia harus menjaganya untuk digunakan pada keadaan-keadaan yang diperlukan. Imam Ja'far Shadiq berkata:
T'aqiyyah itu tamengnya orang mukinin. (Wasail Syiah XI/461[1])
Ungkapan bahwa taqiyyah adalah tameng merupakan perumpamaan yang sangat menarik yang menggambarkan bahwa taqiyyah adalah alat pertaharian diri menghadapi lawan. Dalam catatan sejarah telah populer bahwa Sahabat Ammar Ibn Yasir telah bertaqiyyah di hadapan kaum musyrik dan mendapatkan pembenaran dari Nabi Muhammad saw.
Selain itu, apa yang biasa dilakukan para tentara saat berperang, melawan musuh, seperti bersembunyi dan menyimpan rahasia perang pada dasamya merupakan bagian dari taqiyyah yang lazim terjadi pada kehidupan manusia.
Secara urnum, taqiyyab ialah menyembunyikan sesuatu yang apabila menampakkannya dapat berakibat buruk dan dapat mencelakakan diri, di samping tidak memperoleh sesuatu hasil yang memadai.
Sikap seperti ini logis sekali dan dibenarkan oleh syariat. Bukan saja orang Syi'ah yang melaksanakannya, tapi seluruh kaum Muslimin, bahkan seluruh orang-orang berakal, yaitu ketika hal itu diperlukan. Karena itu amat mengherankan jika ada sebagian pihak menganggapnya khas Syi'ah kemudian menjadikannya sasaran tembak terhadap Syi'ah, padahal masalahnya sangat jelas, berakar pada al-Quran dan Sunnah, diamalkan para sahabat, dan dibenarkan oleh semua orang-orang berakal.
Posisi Haram Taqiyyah
Syi'ah percaya bahwa sebab utama kesalahfahaman ini adalah kurangnya informasi yang cukup tentang aqidah Syi'ah atau mendapatkannya dari musuh-musuh Syi'ah. Kami berharap, melalui keterangan yang kami berikan ini persoalannya menjadi jelas.
Namun Demikian, kami harus tegaskan bahwa pada beberapa keadaan, taqiyyah haram hukumnya, yaitu ketika dasar agama, Islam, Quran, atau tatanan Islam dalam bahaya. Dalam situasi seperti ini, seseorang harus menampakkan aqidahnya, meskipun nyawa sebagai taruharinya. Karena itulah Syi'ah meyakini bahwa kebangkitan Imam Husain di Karbala merupakan penvujudan dan tujuan mulia ini, sebab penguasa Bani Umaiyah telah sangat rnembahayakan dasar Islam. Kebangkitan Imam Husain telah menggagalkan niat jahat Bani Umayyah dan telah menyelamatkan Islam dari marabahaya
Seperti telah kami singgung sebelumnya, dasar hukum Islam atau fiqh yang dipercayai Syi'ah ada empat:
Pertama, al-Quran, kitab Allah, yang merupakan sumber utama hukum dan pengetahuan Islam.
Kedua, sunnah Rasul saw dan para Imam yang suci.
Ketiga, Ijma' atau kesepakatan para ulama dan fuqaha yang mengungkapkan adanya ketetapan al-ma'shum padanya.
Keempat, Dalil Aqli atau argumentasi rasional. Yang dimaksud ialah akal yang pasti atau yang disebut dengan dalil al-aql al-qat'iy. Adapun dalil al-aql al-zharini, atau dalil akal yang berlandaskan kepada perkiraan-perkiraan rasional, seperti qiyas dan istihsan, tidak dapat diterima oleh fiqh Syi'ah dalam masalah apa pun. Karena itu betapa pun seorang faqih melihat ada maslahat tertentu pada suatu masalah, tapi karena tidak ada dasar hukumnya dalam al-Quran dan al-Sunnah, ia tidak dapat menganggapnya sebagai hukum Allah. Kami juga tidak dapat memberiarkan qiyas yang bersifat zharini itu atau apa saja yang serupa dengannya sebagai sarana untuk menyingkap adanya hukum agama.
Adapun dalam keadaan-keadaan pasti, seperti buruknya perbuatan zalim, dusta, mencuri, khianat dsb, maka hukum akal di sini mencerininkan hukum agama, sesuai dengan kaidah.
Setiap sesuatu yang telah diputus oleh akal maka Demikian pula keputusan agama.
Sebetulnya, riwayat-riwayat yang ada pada Syi'ah, baik dari Nabi saw maupun dari para Imam yang suci, sudah lebih dari cukup untuk berbagai kebutuhari umat: ibadah, politik, ekonoini, sosial, dan lain sebagainya. Karena itu tidak perlu merujuk ke dalil-dalil yang bersifat zhanni. Bahkan Syi'ah yakin, persoalan-persoalan baru sekalipun telah termasuk dalam prinsip-prinsip dasar dan garis-garis besar, kulliyat, yang terdapat pada al-Kitab, sunnah Rasul, dan sunnah para Imam maksum, sehingga kita tidak perlu merujuk ke dalil-dalil yang zharini, tapi cukup dengan merujuk ke garis-garis besar.
Pintu Ijtihad Selalu Terbuka
Syi'ah meyakini bahwa pintu ijtihad terbuka lebar untuk semua persoalan agama. Parafuqaha yang kompeten dapat melakukan istinbath atau yurisprudensi hukum dari empat sumber hukum di atas dan menyajikannya kepada pihak yang belum memiliki kemampuan istinbath, meskipun pandangan mereka mungkin berbeda dengan pandangan fuqaha sebelumnya. Syi'ah juga meyakini bahwa seseorang yang belum mencapai otoritas istinbath hukum hendaknya merujuk atau bertaqlid kepada para fuqaha hidup yang menguasai persoalan zaman dan masyarakat.
Bagi Syi’ah, persoalan merujuk kepada para ahli oleh orang-orang awam dalam masalah fiqih atau taqlid merupakan persoalan yang amat jelas dan disadari oleh semua orang awam. Akan tetapi taqlid harus dilalkukan terhadap orang yang masih hidup, tidak boleh kepada orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika sebelumnya memang ia telah bertaqlid kepadanya. Hal ini supaya fiqih terus berkembang di diriainis.
Maka para fuqaha yang dijadikan tempat rujukan oleh orang-orang awam disebut marja’ taqlid, atau tempat rujukan dalam taqlid.
Tidak Ada Kefakuman Hukum dalam Islam
Syi’ah meyakini bahwa tidak ada kefakuman hukum dalam Islam, dalam arti bahwa Islam telah menjelaskan semua permasalahari yang dibutuhkan mamnusia hingga hari akhir; kadang bersifat khusus dan kadang yang lain tercakup dalam hukum umum. Yang mereka lakukan hanya mengungkap hukum Ilahi dari sumber hukum yang empat dan menyajikannya kepada umat.
Lalu, bagaimana agama dapat kita katakan sempurna jika tidak mencakup semua hukum untuk sepanjang masa, padahal Allah telah menegaskan dalam kitab-Nya:
Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu dan Kulengkapkan atasmu nikmat-Ku dan Aku merestui Islam sebagai agama bagimu. (QS. 5-3)
Dan Nabi saw sendiri menyatakan ketika Haji Wada’.
Wahai manusia, Deini Allah, tidak satupun yang mendekatkan kamu ke sorga dan menjauhkan kamu dari neraka kecuali sudah kuperinntahkan kepadamu, dan tidak satupun yang mendekatkan kamu ke neraka dan menjauhkan kamu dari sorga kecuali sudah kularang kamu melakukannya. (Ushul al-Kafi, 11/74 dan Bihar al-Anwar, jilid 67 hal. 96)
Dalam hadis populer lain, Imam Ja'far Shadiq as menyebutkan bahwa:
Sesungguhnya tidak ada permasalahari hukum kecuali sudah dtjelaskan oleh A!i as dalam kitabnya, termasuk hukum membayar diyat atas goresan kecil di tubuh (Jaini al-Ahadits, 1/18)
Dengan Demikian, maka tidak perlu merujuk ke dalil-dalil zanni seinisal qiyas dan istihsan.
Taqiyyah dan Filosofinya
Syi'ah meyakini bahwa jika seseorang berada di tengah-tengah lingkungan orang-orang fanatik, keras kepala, dan tidak bisa diajak berpikir rasional, sehingga akan membahayakan keselamatan dirinya jika dia menampakkan aqidah yang dianutnya, sementara itu tidak ada manfaat berarti yang dapat diperolehnya dan penampakan aqidahnya itu, dalam situasi seperti ini ia harus menyembunyikan aqidahnya dari menyelamatkan dirinya. Sikap semacam ini Syi'ah menyebutnya taqiyyah, yang berlandaskan pada dua ayat al-Quran dan dalil aqli.
Pertama,berkaitan dengan seorang mukrnm dari keluarga Fira'un. Al-Quran menegaskan:
Dan seorang mukinin dari keluarga Fira'un yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kalian akan membunuh seseorang yang berkata Allah adalah Tuhariku padahal ia telah membawakan kalian kebenaran-kebenaran dari Tuhari kalian." (QS. 40:28)
Kalimat yaktumu imanah, menyembunyikan imannya, jelas-jelas menegaskan masalah taqiyyah. Maka apakah bijaksana jika mukinin dan keluarga Fira'un itu terang-terangan menyatakan imannya, padahal dapat membahayakan keselamatannya? Selain itu tidak ada manfaat yang dapat diperolehnya.
Kedua, berkaitan dengan sekelompok pejuang mukinin pada masa awal Islam yang hidup di tengah-tengah kaum musyrikin fanatik. Kepada mereka Allah memerintahkan taqiyyah dengan firman-Nya:
Orang-orang beriman tidak boleh menjadikan orang-orang kafir sebagai peinimpin-peinimpin mereka dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barangsiapa melakukan itu, maka putus hubungannya dengan Allah kecuali jika ada sesuatu yang kamu takuti dari mereka. (QS. 3:28)
Definisi taqiyyah ialah menyembunyikan keyakinan atau aqidah di hadapan lawan fanatik dan keras kepala yang dapat membahayakan keselamatan diri, harta dan kehormatannya, di samping tidak ada hasil memadai yang dapat diraih. Dalam keadaan seperti ini seseorang tidak boleh mencelakakan dirinya dan menyia-nyiakan potensinya. Ia harus menjaganya untuk digunakan pada keadaan-keadaan yang diperlukan. Imam Ja'far Shadiq berkata:
T'aqiyyah itu tamengnya orang mukinin. (Wasail Syiah XI/461[1])
Ungkapan bahwa taqiyyah adalah tameng merupakan perumpamaan yang sangat menarik yang menggambarkan bahwa taqiyyah adalah alat pertaharian diri menghadapi lawan. Dalam catatan sejarah telah populer bahwa Sahabat Ammar Ibn Yasir telah bertaqiyyah di hadapan kaum musyrik dan mendapatkan pembenaran dari Nabi Muhammad saw.
Selain itu, apa yang biasa dilakukan para tentara saat berperang, melawan musuh, seperti bersembunyi dan menyimpan rahasia perang pada dasamya merupakan bagian dari taqiyyah yang lazim terjadi pada kehidupan manusia.
Secara urnum, taqiyyab ialah menyembunyikan sesuatu yang apabila menampakkannya dapat berakibat buruk dan dapat mencelakakan diri, di samping tidak memperoleh sesuatu hasil yang memadai.
Sikap seperti ini logis sekali dan dibenarkan oleh syariat. Bukan saja orang Syi'ah yang melaksanakannya, tapi seluruh kaum Muslimin, bahkan seluruh orang-orang berakal, yaitu ketika hal itu diperlukan. Karena itu amat mengherankan jika ada sebagian pihak menganggapnya khas Syi'ah kemudian menjadikannya sasaran tembak terhadap Syi'ah, padahal masalahnya sangat jelas, berakar pada al-Quran dan Sunnah, diamalkan para sahabat, dan dibenarkan oleh semua orang-orang berakal.
Posisi Haram Taqiyyah
Syi'ah percaya bahwa sebab utama kesalahfahaman ini adalah kurangnya informasi yang cukup tentang aqidah Syi'ah atau mendapatkannya dari musuh-musuh Syi'ah. Kami berharap, melalui keterangan yang kami berikan ini persoalannya menjadi jelas.
Namun Demikian, kami harus tegaskan bahwa pada beberapa keadaan, taqiyyah haram hukumnya, yaitu ketika dasar agama, Islam, Quran, atau tatanan Islam dalam bahaya. Dalam situasi seperti ini, seseorang harus menampakkan aqidahnya, meskipun nyawa sebagai taruharinya. Karena itulah Syi'ah meyakini bahwa kebangkitan Imam Husain di Karbala merupakan penvujudan dan tujuan mulia ini, sebab penguasa Bani Umaiyah telah sangat rnembahayakan dasar Islam. Kebangkitan Imam Husain telah menggagalkan niat jahat Bani Umayyah dan telah menyelamatkan Islam dari marabahaya
KEADILAN TUHAN
Kembali kepada Keadilan Tuhan
Telah kami singgung sebelumnya bahwa Syi'ah meyakini keadilan Tuhan dan bahwa Allah tidak berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya karena perbuatan zalim itu buruk, dan Allah jauh dan melakukan hal yang buruk.
Tuhanmu tidak. berbuat zalim kepada siapapun. (QS. 18:49)
Karena itu, jika ada sebagian yang menerima hukuman, baik di dunia maupun di akhirat, itu akibat perbuatannya sendiri.
Sekali-kali Allah tidak berbuat zalim kepada mereka, tapi mereka sendiri yang menzaliini diri mereka. (QS. 9:70)
Prinsip ini tidak hanya berlaku pada manusia, tapi mencakup semua makhluk.
Dan Allah tidak pernah menghendaki kezaliman pada semua alam. (QS. 3:108).
Dengan Demikian, ayat-ayat di atas berupa penegasan atas hukum akal dan petunjuk kepadanya.Menolak Taklif Di luar Kemampuan
Dalam pada itu, berdasarkan prinsip yang telah disebutkan terdahulu, Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt tidak akan menugasi manusia, taklif, sesuatu yang tidak mampu dilakukannya.
Allah tidak akan mmugasi suatu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. (QS. 2:286)
Telah kami singgung sebelumnya bahwa Syi'ah meyakini keadilan Tuhan dan bahwa Allah tidak berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya karena perbuatan zalim itu buruk, dan Allah jauh dan melakukan hal yang buruk.
Tuhanmu tidak. berbuat zalim kepada siapapun. (QS. 18:49)
Karena itu, jika ada sebagian yang menerima hukuman, baik di dunia maupun di akhirat, itu akibat perbuatannya sendiri.
Sekali-kali Allah tidak berbuat zalim kepada mereka, tapi mereka sendiri yang menzaliini diri mereka. (QS. 9:70)
Prinsip ini tidak hanya berlaku pada manusia, tapi mencakup semua makhluk.
Dan Allah tidak pernah menghendaki kezaliman pada semua alam. (QS. 3:108).
Dengan Demikian, ayat-ayat di atas berupa penegasan atas hukum akal dan petunjuk kepadanya.Menolak Taklif Di luar Kemampuan
Dalam pada itu, berdasarkan prinsip yang telah disebutkan terdahulu, Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt tidak akan menugasi manusia, taklif, sesuatu yang tidak mampu dilakukannya.
Allah tidak akan mmugasi suatu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. (QS. 2:286)
Filosofi Bencana
Berdasarkan prinsip yang sama pula Syi'ah meyakini bahwa berbagai bencana alam yang menimpa umat manusia seperti gempa bumi, angin ribut, dan sebagainya, kadang mengandung unsur hukuman, sebagaimana yang terjadi pada kaum Luth,
Maka ketika datang perkara Kami, "Kami balikkan negeri kaum Luth,", yaitu yang bagian atasnya ke bawah, dan Kami hujani dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi. (QS. 11:82)
Atau yang terjadi pada kaum Saba,
Mereka berpaling, maka Kami kirim banjir besar kepada mereka. (QS. 34:16)
Tapi kadang pula sebagai peringatan kepada umat manusia agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Telah tampak kerusakan di darat maupun di laut karena ulah tangan-tangan manusia, maka Allah akan membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali. (QS. 30: 41)
Tentu bencana semacam ini adalah bagian dari kasih sayang-Nya. Sedangkan yang berupa hukuman, itu karena kesalahan manusia sendiri dan karena kejahilannya.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sampai kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka. (QS. 13:11)
Apa yang nenimpamu berupa kebaikan datangnya dari Allah, dan apa yang menimpamu berupa keburukan datangnya dari dirimu sendiri. (QS. 4:79)62. Alam Semesta Tatanan Paling Sempurna
Syi'ah meyakini bahwa alam semesta merupakan tatanan yang paling sempurna. Semua berjalan sesuai tata tertib yang telah ditetapkan. Tidak ada penyimpangan, ketidakadilan, atau kejahatan. Kalau toh ada keburukan-keburukan pada masyarakat manusia, itu karena ulah manusia sendiri.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa Syi'ah meyakini bahwa keadilan Ilahi merupakan prinsip dasar pandangan dunia Islam. Tanpa itu, tauhid, kenabian, dan hari akhir akan terancam.
Imam Ja'far al-Shadiq berkata:
Sesungguhnya prinsip dasar agama itu ialah tauhid dan keadilan.
Imam menambahkan:
Adapun tauhid ialah jangan membolehkan sesuatu pada Tuhari yang engkau sendiri tidak boleh melakukannya, sedang keadilan ialah jangan menisbahkan sesuatu kepada Penciptamu yang engkau sendiri dikecam karenanya. (Bihar al- Anwar, V: 17) Renungkan!.
Berdasarkan prinsip yang sama pula Syi'ah meyakini bahwa berbagai bencana alam yang menimpa umat manusia seperti gempa bumi, angin ribut, dan sebagainya, kadang mengandung unsur hukuman, sebagaimana yang terjadi pada kaum Luth,
Maka ketika datang perkara Kami, "Kami balikkan negeri kaum Luth,", yaitu yang bagian atasnya ke bawah, dan Kami hujani dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi. (QS. 11:82)
Atau yang terjadi pada kaum Saba,
Mereka berpaling, maka Kami kirim banjir besar kepada mereka. (QS. 34:16)
Tapi kadang pula sebagai peringatan kepada umat manusia agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Telah tampak kerusakan di darat maupun di laut karena ulah tangan-tangan manusia, maka Allah akan membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali. (QS. 30: 41)
Tentu bencana semacam ini adalah bagian dari kasih sayang-Nya. Sedangkan yang berupa hukuman, itu karena kesalahan manusia sendiri dan karena kejahilannya.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sampai kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka. (QS. 13:11)
Apa yang nenimpamu berupa kebaikan datangnya dari Allah, dan apa yang menimpamu berupa keburukan datangnya dari dirimu sendiri. (QS. 4:79)62. Alam Semesta Tatanan Paling Sempurna
Syi'ah meyakini bahwa alam semesta merupakan tatanan yang paling sempurna. Semua berjalan sesuai tata tertib yang telah ditetapkan. Tidak ada penyimpangan, ketidakadilan, atau kejahatan. Kalau toh ada keburukan-keburukan pada masyarakat manusia, itu karena ulah manusia sendiri.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa Syi'ah meyakini bahwa keadilan Ilahi merupakan prinsip dasar pandangan dunia Islam. Tanpa itu, tauhid, kenabian, dan hari akhir akan terancam.
Imam Ja'far al-Shadiq berkata:
Sesungguhnya prinsip dasar agama itu ialah tauhid dan keadilan.
Imam menambahkan:
Adapun tauhid ialah jangan membolehkan sesuatu pada Tuhari yang engkau sendiri tidak boleh melakukannya, sedang keadilan ialah jangan menisbahkan sesuatu kepada Penciptamu yang engkau sendiri dikecam karenanya. (Bihar al- Anwar, V: 17) Renungkan!.
BERBAGAI MASALAH DALAM SYIAH
Baik Buruk Secara Rasional
Syi'ah meyakini bahwa akal manusia dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk; hal itu karena Allah Swt telah menganugerahkan pada manusia suatu daya yang dengannya dapat menangkap mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu, meskipun pada saat agama Ilahi belum turun, tapi manusia sudah mengetahui berbagai masalah melalui akalnya; inisalnya, baiknya keadilan dan berbakti, buruknya perbuatan zalim dan aniaya, baiknya jujur, amanat, berani, dan dermawan, buruknya dusta, khianat, dan kikir, dan sebagainya. Hanya saja akal manusia tidak dapat menangkap semua persoalan, karena keterbatasan ilmu manusia. Oleh karena itu Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar dapat menyempurnakan potensi ini, sehingga dengan Demikian, di satu sisi mendukung kemampuan akal, dan di sisi lain, menjelaskan sisi-sisi yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Jika kita menolak secara total kemampuan akal untuk menentukan kebenaran, maka dengan sendirinya kita tidak akan dapat menetapkan adanya Allah, pengetahuan kepada-Nya, atau legalitas ajaran para nabi, sebab semua itu ditetapkan melalui akal. Selain itu, adalah sangat jelas bahwa penjelasan-penjelasan agama baru dapat diterima jika prinsip tauhid dan nubuwwah sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh akal, karena penetapan kedua prinsip ini tidak dapat dilakukan hanya melalui argumentasi syar'iy.
Syi'ah meyakini bahwa akal manusia dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk; hal itu karena Allah Swt telah menganugerahkan pada manusia suatu daya yang dengannya dapat menangkap mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu, meskipun pada saat agama Ilahi belum turun, tapi manusia sudah mengetahui berbagai masalah melalui akalnya; inisalnya, baiknya keadilan dan berbakti, buruknya perbuatan zalim dan aniaya, baiknya jujur, amanat, berani, dan dermawan, buruknya dusta, khianat, dan kikir, dan sebagainya. Hanya saja akal manusia tidak dapat menangkap semua persoalan, karena keterbatasan ilmu manusia. Oleh karena itu Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar dapat menyempurnakan potensi ini, sehingga dengan Demikian, di satu sisi mendukung kemampuan akal, dan di sisi lain, menjelaskan sisi-sisi yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Jika kita menolak secara total kemampuan akal untuk menentukan kebenaran, maka dengan sendirinya kita tidak akan dapat menetapkan adanya Allah, pengetahuan kepada-Nya, atau legalitas ajaran para nabi, sebab semua itu ditetapkan melalui akal. Selain itu, adalah sangat jelas bahwa penjelasan-penjelasan agama baru dapat diterima jika prinsip tauhid dan nubuwwah sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh akal, karena penetapan kedua prinsip ini tidak dapat dilakukan hanya melalui argumentasi syar'iy.
Keadilan Tuhan
Oleh karena itu Syi'ah meyakini keadilan Tuhari. Mustahil Allah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya. Mustahil pula menghukum seseorang atau memaafkannya tanpa alasan. Mustahil Allah melanggar janji-Nya sendiri atau memilih seseorang yang bejat, pembuat kesalahari, dan pendusta untuk jabatan kenabian dan kerasulan. Mustahil pula membiarkan hamba-hamba-Nya, yang Dia ciptakan untuk membuat mereka bahagia, tanpa seorang pembimbing atau peinimpin, karena semua perbuatan-perbuatan ini buruk, sedangkan Allah mustahil melakukan perbuatan buruk
Oleh karena itu Syi'ah meyakini keadilan Tuhari. Mustahil Allah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya. Mustahil pula menghukum seseorang atau memaafkannya tanpa alasan. Mustahil Allah melanggar janji-Nya sendiri atau memilih seseorang yang bejat, pembuat kesalahari, dan pendusta untuk jabatan kenabian dan kerasulan. Mustahil pula membiarkan hamba-hamba-Nya, yang Dia ciptakan untuk membuat mereka bahagia, tanpa seorang pembimbing atau peinimpin, karena semua perbuatan-perbuatan ini buruk, sedangkan Allah mustahil melakukan perbuatan buruk
Kebebasan Manusia
Berdasarkan alasan yang sama, maka Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berbuat sesuatu atas kemginan dan piliharinya sendiri, karena jika manusia majbur, terpaksa, atau tidak punya peran dalam perbuatan-perbuatannya, maka konsekuensinya adalah bahwa hukuman kepada para penjahat merupakan perbuatan yang buruk sedang memberi ganjaran kepada pelaku kebaikan tidak ada gunanya sama sekali. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah Swt.
Ringkasnya, keyakinan adanya kebaikan dan keburukan yang bersifat rasional serta kemampuan akal manusia untuk mengetahui banyak kebenaran merupakan prinsip dasar agama, syariat, dan keimanan kepada kenabian dan kitab-kitab samawi. Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami tegaskan, kemampuan akal manusia terbatas, sehingga tidak mampu menjangkau semua kebenaran yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan dan keSempurnaan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan para nabi dan kitab-kitab samawi.
Berdasarkan alasan yang sama, maka Syi'ah meyakini bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berbuat sesuatu atas kemginan dan piliharinya sendiri, karena jika manusia majbur, terpaksa, atau tidak punya peran dalam perbuatan-perbuatannya, maka konsekuensinya adalah bahwa hukuman kepada para penjahat merupakan perbuatan yang buruk sedang memberi ganjaran kepada pelaku kebaikan tidak ada gunanya sama sekali. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah Swt.
Ringkasnya, keyakinan adanya kebaikan dan keburukan yang bersifat rasional serta kemampuan akal manusia untuk mengetahui banyak kebenaran merupakan prinsip dasar agama, syariat, dan keimanan kepada kenabian dan kitab-kitab samawi. Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami tegaskan, kemampuan akal manusia terbatas, sehingga tidak mampu menjangkau semua kebenaran yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan dan keSempurnaan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan para nabi dan kitab-kitab samawi.
Dalil Aqli Sumber Hukum
Berdasarkan apa yang telah kami smggung di atas, Syi'ah meyakini bahwa dalil aqli atau argumen rasional tergolong salah satu sumber utama agama. Yang kami maksud dengan dalil aqli di sini ialah bahwa akal manusia mengetahui dengan pasti beberapa hal dan dapat melakukan penilaian terhadapnya. Maka, jika seandainya pun kita tidak temukan dalil yang tegas dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan zalim, khianat, dusta, membunuh, mencuri, dan merampas hak orang lain adalah perbuatan haram, terlarang, kita tetap akan mengharamkan perbuatan-perbuatan tersebut, sebab Demikianlah penilaian akal kita. Kita yakin sepenuhnya bahwa Allah yang Mahamengetahui lagi Mahabijaksana itu pasti memutuskan hal yang sama dan ddak akan pernah menyetujui perbuatan-perbuatan tersebut. Ini cukup menjadi hujjah Ilahi buat kita.
Sementara itu, al-Quran penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan pentingnya akal dan argumentasi rasional. al-Quran mengajak orang-orang yang berakal agar mengamati tanda-tanda kebesaran Tuhari di langit dan buini sebagai cara menyeru ke jalan tauhid.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan buini serta perselisihan malwn dan siang terdapat tanda-tanda bagi orag-orang yang berakal. (QS. 3:190)
Pada kesempatan lain, al-Quran menganggap bahwa tujuan dari penjelasan tanda-tanda kebesaran Tuhari ialah untuk menambah kemampuan daya tangkap manusia.
Lihatlahl bagaimana Kami datangkan silih berganti tanda-tanda kebesaran supaya mereka mengerti. (QS. 6:65)
Al-Quran juga menyeru semua umat manusia agar membedakan kebaikan dari keburukan, untuk itu hendaknya menggunakan kekuatan berpikir.
Katakan, apakah sama antara orang buta dengan orang melihat? Apakah kamu tidak berpikir? (QS. 6:50)
Terakhir,Sesungguhnya sejelek-jeieknya makhluk di sisi Allah adalah tuli, bisu, yang tidak berpikir. (QS. 8:22)Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Dengan penegasan yang Demikian kuat tentang peran akal, bagaimana mungkin kita dapat mengabaikan peran akal dan tidak mendudukkannya pada posisi yang semestinya.
Berdasarkan apa yang telah kami smggung di atas, Syi'ah meyakini bahwa dalil aqli atau argumen rasional tergolong salah satu sumber utama agama. Yang kami maksud dengan dalil aqli di sini ialah bahwa akal manusia mengetahui dengan pasti beberapa hal dan dapat melakukan penilaian terhadapnya. Maka, jika seandainya pun kita tidak temukan dalil yang tegas dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan zalim, khianat, dusta, membunuh, mencuri, dan merampas hak orang lain adalah perbuatan haram, terlarang, kita tetap akan mengharamkan perbuatan-perbuatan tersebut, sebab Demikianlah penilaian akal kita. Kita yakin sepenuhnya bahwa Allah yang Mahamengetahui lagi Mahabijaksana itu pasti memutuskan hal yang sama dan ddak akan pernah menyetujui perbuatan-perbuatan tersebut. Ini cukup menjadi hujjah Ilahi buat kita.
Sementara itu, al-Quran penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan pentingnya akal dan argumentasi rasional. al-Quran mengajak orang-orang yang berakal agar mengamati tanda-tanda kebesaran Tuhari di langit dan buini sebagai cara menyeru ke jalan tauhid.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan buini serta perselisihan malwn dan siang terdapat tanda-tanda bagi orag-orang yang berakal. (QS. 3:190)
Pada kesempatan lain, al-Quran menganggap bahwa tujuan dari penjelasan tanda-tanda kebesaran Tuhari ialah untuk menambah kemampuan daya tangkap manusia.
Lihatlahl bagaimana Kami datangkan silih berganti tanda-tanda kebesaran supaya mereka mengerti. (QS. 6:65)
Al-Quran juga menyeru semua umat manusia agar membedakan kebaikan dari keburukan, untuk itu hendaknya menggunakan kekuatan berpikir.
Katakan, apakah sama antara orang buta dengan orang melihat? Apakah kamu tidak berpikir? (QS. 6:50)
Terakhir,Sesungguhnya sejelek-jeieknya makhluk di sisi Allah adalah tuli, bisu, yang tidak berpikir. (QS. 8:22)Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Dengan penegasan yang Demikian kuat tentang peran akal, bagaimana mungkin kita dapat mengabaikan peran akal dan tidak mendudukkannya pada posisi yang semestinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
TIPS CARI TIKET PESAWAT MURAH KE LUAR NEGERI
Sebagai backpacker, harga pesawat sering menjadi komponen yang penting dalam suatu trip keluar negeri agar bisa sering jalan-jalan keluar n...
BLOGSLIST
Special Sites: YUNITAE, NICEORCHIDS, FOODSRECIPES, WOMAN-ZONE, GO TRAVELLING, Id-law, INFO KERJA BEASISWA, KOREAN DRAMA, LOVELY DAY,